Tak ada yang pernah mengira sebuah ujian recorder di sekolah dapat menumpahkan perasaan kesal, marah, sedih, frustrasi, hingga kecewa—terlebih bagi seorang anak kecil berusia sembilan tahun. The Recorder Exam (2011) yang disutradarai oleh Kim Bora dengan subtil menuangkan kesemua perasaan tersebut lewat kacamata Kim Eunhee, seorang gadis yang tumbuh di sebuah keluarga kelas menengah di Kota Seoul circa tahun 80-an. Dalam durasi kurang dari tiga puluh menit, The Recorder Exam (2011) mengajak kita untuk memosisikan diri sebagai Eunhee yang harus hidup dengan iringan permasalahan dan konflik batin yang menjegalnya di rumah atau di sekolah.
Akhir semester telah semakin dekat dan ujian recorder akan dilakukan terhadap semua anak kelas tiga, tak terkecuali Eunhee. Eunhee yang selalu berupaya untuk memperoleh nilai terbaik saat ujian selalu terhalang oleh bermacam situasi. Di satu hari recorder-nya tertinggal di rumah dan sang ibu tak sempat mengantarkannya ke sekolah, di hari yang lainnya Eunhee harus berkutat dengan kakak yang abusif dan hubungan orang tuanya yang tidak harmonis. Semua halangan Eunhee lahir atas kondisi disfungsional yang dalam keluarganya. Eunhee semakin dicabik kenyataan ketika dihadapkan dengan situasi keluarga temannya yang berbanding terbalik serta penuh perhatian, sesederhana mengetuk pintu sebelum masuk kamar atau menawarkan makanan ketika sudah siap. Runtutan keadaan tersebut lama kelamaan membebani Eunhee yang kian hari semakin dekat dengan ujian recorder-nya.
Isu mengenai perjuangan kelas pekerja menjadi isu yang penting untuk diangkat dalam sebuah karya film. Berbeda dengan film-film lain yang acap kali menawarkan isu tersebut dari kacamata orang tua atau anak pertama, The Recorder Exam (2011) menawarkan keberbedaan yang menarik. Film arahan Kim Bora ini mampu meramu keadaan dan masalah-masalah fundamental dalam relasi keluarga menjadi cerita yang dekat dan sarat akan realitas. Absennya kasih sayang orang tua dan lingkungan patriarkis tak lepas direpresentasikan dengan tawaran visual yang mewakili seluruh kegundahan Eunhee.
Terlepas dari isu tersebut, kelebihan utama The Recorder Exam (2011) justru berada pada kejujurannya dalam bertutur. Ia berhasil menangkap situasi di mana emosi, moral, dan logika harus berempati terhadap karakter utama. Keresahan sosok Eunhee dibingkai dengan tepat dan tak dibesar-besarkan. Realitas dunia Eunhee dibangun dengan pendekatan yang sangat luwes, membuat ironi yang dihadirkan dalam film dapat sampai pada penonton secara utuh. Penggambaran keluarga disfungsional dan dilema Eunhee menghadapi ujian menjadi rangkaian peristiwa yang pahit dan sakit.
The Recorder Exam (2011) dapat ditonton di Mubi.
Ditulis oleh Hilmi Reyhan | Disunting oleh vanis